bunga jatuh

Rabu, 03 Februari 2016

ILMU KESEHATAN PADA ANAK

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan karunianya yang masih kita rasakan hingga saat ini.sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang ‘`ILMU KESEHATAN ANAK
            Makalah ini merupakan media yang sangat tepat digunakan untuk pendidik serta mahasiswa kebidanan atau kesehatan lainnya .Dalam penyusunannya penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,karena itu penulis mengucapkan terimakasih. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan , namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.Amin.

Tebing Tinggi, 31 Oktober 2015
Penulis





















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Latar belakang Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn bantuan alat-alat medis modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir. Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli. Salah satu penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb: · Hipotermia · Hipertermia · Hiperglikemia · Tetanus Neonaturum · Penyakit-penyakit pada ibu hamil
1.2 Rumusan Masalah
·         Bagaimana penyebab kegawatdaruratan pada neonatus?
·         Bagaimana kondisi-kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan pada neonatus?
·         Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada neonatus?
 1.3 Tujuan
·         Untuk mengetahui penyebab kegawatdaruratan pada neonatus
·         Untuk mengetahui kondisi-kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan pada neonatus
·         Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada neonatus











BAB II
PENDAHULUAN

1. BBLR
A. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.

B. Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.
(1) Faktor ibu
      a. Penyakit
      Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
      b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
      c. Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia <>
      d. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
(3) Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.


C. Tanda dan Gejala
1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau
    kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
4. Rambut lunugo masih banyak.
5. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
6. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya.
7. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
8. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora, klitoris menonjol
    (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam skrutom, pigmentasi dan rugue pada
    skorutom kurang (pada bayi laki-laki).
9. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
10. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
11. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak
      masih kurang.
12. Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada.

D.Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.

      e. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun)
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil
2.  Asfiksia Neonatorum
a. Defenisi
      Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur  pada saat lahir ataubeberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
b. Penyebab
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
  • Preeklampsia dan eklampsia
  • Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
  • Partus lama atau partus macet
  • Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
  • Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
  • Lilitan tali pusat
  • Tali pusat pendek
  • Simpul tali pusat
  • Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
  • Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
  • Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
  • Kelainan bawaan (kongenital)
  • Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)


c. Tanda dan Gejala
  • Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
  • Warna kulit kebiruan
  • Kejang
  • Penurunan kesadaran


d.Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh,sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1.    Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
       jantung.
2.    Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot
        jantung.
3.    Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.

e. Penanggulangan
1.      Menghilangkan / meminimalkan faktor resiko penyebab asfiksia
2.      Dengan pengenalan/penanganan sedini mungkin
3.      memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan
4.      mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu
5.      mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi
6.      mengajarkan  teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi
7.      setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.






3. Hipotermia
a. Defenisi
      Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 2001). Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. (Indarso, F, 2001). Sedangkan menurut Sandra M.T. (1997) bahwa hipotermi yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35°C.
b. Etiologi
      Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
      1)Jaringan lemak subkutan tipis.
       2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
       3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
       4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi  kedinginan.
       5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi.
      Mekanisme hilangnya panas pada BBL Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan: 1Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke obyek yang dingin. 2)Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang panas ke obyek yang dingin. 3)Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya.
4)Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL).

c.Tanda dan Gejala
Berikut beberapa gejala bayi terkena hipotermia,yaitu :
1.      Suhu tubuh bayi turun dari normalnya.
2.      Bayi tidak mau minum atau menetek.
3.      Bayi tampak lesu atau mengantuk saja.
4.      Tubub bayi teraba dingin.
5.      Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh mengeras (sklerema).
6.      Kulit bayi berwarna merah muda dan terlihat sehat.
7.      Lebih diam dari biasanya.
8.      Hilang kesadaran.
9.      Pernapasannya cepat.
10.  Denyut nadinya melemah.
11.  Gangguan penglihatan.
12.  Pupil mata melebar (dilatasi) dan tidak bereaksi.

d.Patofisiologi Hipotermia
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan pada sentral pengatur
panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus sewaktu mencapai brown fat
memacu pelepasan noradrenalin lokal sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol
dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal
dikonsumsi untuk menghasilkan panas. Daerah brown fat menjadi panas, kemudian
didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah.
Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan glukosa
untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.Methabolicther
mogenesis yang efektif memerlukan integritas dari sistem syaraf sentral,kecukupan
dari bibir own fat, dan tersedianya glukosa serta oksigen. Perubahan fisiologis akibat
hipotermia yang terjadi pada sistem syaraf pusat antara lain:
depresi linier dari metabolisme otak, amnesia, apatis, disartria, pertimbangan yang
terganggu adaptasi yang salah, EEG yang abnormal, depressi kesadaran yang
progresif,dilatasi pupil, dan halusinasi. Dalam keadaan berat dapat terjadi kehilangan
autoregulasi otak, aliran darah otak menurun, koma, refleks okuli yang hilang, dan
penurunan yang progressif dari aktivitas EEG.
Pada jantung dapat terjadi takikardi, kemudian bradikardi yang progressif, kontriksi
pembuluh darah, peningkatan cardiacout put, dan tekanan darah. Selanjutnya,
peningkatan aritmia atrium dan ventrikel, perubahan EKG dan sistole yang
memanjang; penurunan tekanan darah yang progressif, denyut jantung, dan cardiacout
put disritmia serta
asistole. Pada pernapasan dapat terjadi takipnea, bronkhorea,
bronkhospasma,hipoventilasi konsumsi oksigen yang menurun sampai 50%, kongesti
paru dan edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai 75%, dan apnoe. Pada
ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadicold diuresis, peningkatan katekolamin,
steroid adrenal, T3 dan T4 dan menggigil; peningkatan aliran darah ginjal sampai
50%, autoregulasi ginjal yang intak, dan hilangnya aktivitas
insulin. Pada keadaan berat, dapat terjadi oliguri yang berat, poikilotermia, dan
penurunan.

       e. Penanggulangan

1)  Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk keperluan observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan dibawah cahaya penghangat.Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap berada dalam keadaan hangat.
2)   Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi penutup kepala.
3)   Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
4)    Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
5)   Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada jarak setengah meter diatas bayi.
6)   Terapi yang bisa diberikan untuk bayi dengan kondisi hipotermia, yaitu jalan nafas harus tetap terjaga juga ketersediaan oksigen yang cukup.




4. Kejang

a. Defenisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :

- Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung <>
- Complex febrile seizures / complex partial seizures : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

b. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

         1. Usia
         2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
         3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah
             relatif  normal
         4. Riwayat demam yang sering
         5. Kejang pertama adalah complex febrile seizure


c. Tanda Dan Gejala
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat; misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik , tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejanak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Adapun salah satu pedoman dalam membuat diagnosa kejang demam yang sederhana antara lain dapat memakai beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam petama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal  
    tidak menunjukan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh criteria tersebut (modifikasi Livingstone) digolongkan pada epilepsy yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok dua ini mempunyai dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.

d. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keaadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan yg sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

e. Penanggulangan
a. Pencegahan berkala (intermiten) 
untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam

b. Pencegahan kontinu 
untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis.

PROGNOSIS
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
  1. Kejang demam berulang 
  2. Epilepsi 
  3. Kelainan motorik 
  4. Gangguan mental dan belajar 
5. Perdarahan Tali Pusat

a. Defenisi
Yaitu adanya cairan (darah) yang keluar di sekitar tali pusat bayi. Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu, perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada bayi. Bayi harus sering diamati selama usia beberapa hari pertama, sehigga jika perdarahan terjadi akan segera dapat dideteksi.

b. Etiologi Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilikus, robekan pembuluh darah, serta plasenta previa dan abrupsio plasenta.
  1. Robekan umbilikus normal, yang biasanya terjadi karena :
  2. Partus presipitatus
  3. Adanya trauma atau lilitan tali pusat
  4. Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat persalinan
  5. Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau plasenta sewaktu SC
  6. Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena :
  7. Adanya hematoma pada umbillikus yang kemudian hematoma tersebut pecah, namun perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam plasenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi karena dapat menimbulkan kematian pada bayi.
  8. Varises juga dapat menyebabkan perdarahan ketika varises tersebut pecah
  9. Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus, yaitu terjadi pelebaran pembuluh darah setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding pembuluh darah.
c. Tanda dan Gejala
1.      Ikatan tali pusat lepas atau klem pada tali pusat lepas tapi masih menempel
         pada tali  pusat.
2.      Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet.
      3.      Ada cairan yang keluar dari tali pusat. Cairan tersebut bisa berwarna kuning,
         hijau, atau darah.
      4.      Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat.

d. Patofisiologi
Proses Pembentukan Tali Pusat Pada Janin Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi tali pusat. Pada tahap awal perkembangan, rongga perut masih terlalu kecil untuk usus yang berkembang, sehingga sebagian usus terdesak ke dalam rongga selom ekstraembrional pada tali pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung usus (intestional loop) ini masuk kembali ke dalam rongga abdomen janin yang telah membesar.Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai kandung kuning telur (ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam connecting stalk, juga tertutup bersamaan dengan proses semakin bersatunya amnion dengan korion.

e. Penanggulangan
      a.    Pada perdarahan umbilikus akibat ikatan yang longgar, dapat di kencangkan kembali pengikat tali pusat. Perdarahan juga dapat disebabkan oleh repitan atau tarifan dari kiem. Jika perdarahan tidak berhenti setelah 15-20 menit maka tali pusatnya harus segera di lakukan beberapa jahitan pada luka bekas pemotongan tersebut.
      b.    Perdarahan umbilikus akibat robekan umbilikus harus segera di jahit. Kemudian segera lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada kelainan lain seperti kelainan anatomik pembuluh darah sehingga dapat segera di lakukan tindakan oleh dokter atau rumah sakit.
      c.    Perdarahan pada abrupsio plasenta, plasenta previa dan kelainan lainnya, bidan harus segera merujuk. Bahkan rujukan lebih baik segera di lakukan jika kelainan tersebut sudah di ketahui sebelum bayi lahir sehingga dapat di lakukan tindakan sesegera mungkin untuk membuat peluang bayi lahir hidup lebih besar.

6. Tetanus Neonaturum
a. Defenisi
Tetanus neonatorum  Adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir (neonatus). Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic (Ilmu Kesehatan Anak, 1985) .Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari Saifuddin, 2000). Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Clostridium Tetani  memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat yang kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari, kriteria kasus TN berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat S, 1995). Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat dicegah namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi eksotoksin dari kuman Clostridium tetani gram positif, dimana kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf pusat.

b.Penyebab
Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus Neonatorum. Factor Resiko :
  1. Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
  2. Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat.
  3. Perawatan tali pusat tidak memnuhi persyaratan kesehatan.
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Sembuh dari penyakit tidak berarti bayi selanjutnya kebal terhadap tetanus. Toksin tetanus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit tetanus, tidak cukup untuk merangsang tubuh penderita dalam membentuk zat anti body terhadap tetanus. Itulah sebabnya bayi penderita tetanus harus menerima imunisasi TT pada saat diagnosis dan/atau setelah sembuh.
 TT akan merangsang pembentukan antibody spesifik yang mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibody tetanus. Seperti difteri, antibody tetanus termasuk dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh, yang akan mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibody tetanus dalam darah bayi. Interval imunisasi TT dosis pertama dengan dosis kedua minimal 4 minggu. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi, maka kadar antibody tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibody tetanus dalam jumlah yang cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
 TT adalah anti gen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi.
c. Tanda dan Gejala
  1. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum ( karena tidak dapat menghisap)
  2. Mulut mencucut seperti mulut ikan
  3. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis
  4. Kaku kuduk sampai opistotonus
  5. Dinding Abdomen kaku, mengeras, dan kadang-kadang terjadi kejang
  6. Dari berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka thisus sardunikus.
  7. Ekstermitas biasanya terulur atau kaku
  8. Tiba-tiba bayi sensitive terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang menangis lemah.
  9. Terjadi penurunan kesadaran
d. Patofisiologix
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk flex  dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan eflex jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan
Efek Toxin pada :
a.    Ganglion pra sumsum tulang belakang :
Memblok sinaps jalur antagonist, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus ototnya meningkat dan otot menjadi kaku. Terjadi penekanan pada hiperpolarisasi eflexe dari neurons yang merupakan mekanisme yang umum terjadi bila jalur penghambat terangsang. Depolarisasi yang berkaitan dengan jalur rangsangan tidak terganggu. Toksin menyebabkan hambatan pengeluaran inhibitory transmitter dan menekan pengaruh bahan ini pada eflexe neuron motorik.
b.    Otak
     Toxin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan gejala kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Hambatan antidromik akibat rangsangan kortikal menurun.
c.    Saraf otonom
     Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, eflexeea, hypotensi, hypertensi, arytmia cardiac block atau takhikardia. Sekalipun otot yang terkena adalah otot bergaris terutama otot penampang dan penggerak tubuh yang besar-besar, pada tetanus berat otot polos juga ikut terkena, sehingga timbul manifestasi klinik seperti disebutkan diatas.
e. Penanggulangan
1.    Imunisasi aktif
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri ( vaksin DPT). Kadar proteksi antobodi bertahan selama 5-10 tahun sesudah suntikan ‘booster’. Tetanus toksoid (TT) selanjutnya diberikan setiap 10 tahun, kecuali bila mengalami lika yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat parah, suntikan toksoid diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari satu tahun

Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur atau wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun beranak  agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara yang semestinya. Dapat terjadi pembengkakakn dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT

2.    Imunisasi pasif
Diberikan serum anti tetanus (ATS profilaksis) pada penderita lika yang beresiko terjadi infeksi tetanus, bersama-sama dengan TT.

7. Syndrome Gangguan Pernafasan
a. Defenisi
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi. Penyakit Membran Hialin (PMH)
Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
b. Penyebab
Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena :
Ø  Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana bilateral)
Ø  Kelainan parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan paru-paru)
Ø  Kelainan di luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)


c. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai riwayat asfeksia pada waktu lahir atau gawat janin pada akhir kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adalah :
Ø  Timbul setelah 6-8 jam setelah lahir
Ø  Pernapasan cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit
Ø  Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
Ø  Sianosis
Ø  Grunting (terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
Ø  Takikardia yaitu nadi 170 kali/menit

d. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
            Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional /kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmomary vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksin vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menybabkan metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.



e. Penanggulangan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belu sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas.
Untuk mencegah sindrom gangguan pernapasan juga dapat dilakukan dengan segera melakukan resusitasi pada bayi baru lahir, apabila bayi :
Ø  Tidak bernapas sama sekali/bernapas dengan mengap-mengap
Ø  Bernapas kurang dari 20 kali/menit

8. Bayi dari Ibu dengan DM

a. Defenisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa
darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan
hiperglikemia. DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai. Yang
paling sering terjadi yaitu: diabetes mellitus yang diketahui sewaktu hamil yang
disebut DM gestasional dan DM yang telah terjadi sebelum
hamil yang dinamankan DM pragstasi. Diabetes mellitus merupakan ganguan
sistemik pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Diabetes mellitus ditandai
dengan hiperglikemia atau peningkatan glukosa darah yang diakibatkan produksi
insulin yang tidak adekuat atau penggunaan insulin secara tidak efektif pada tingkat
seluler



b. Penyebab
Etiologi Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu :
1.        Faktor autoimun setelah infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4.
2.        Genetik
(2)  Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.Secara klinis, penyakit DM awalnya didominasi oleh resistensi insulin yang disertai defect fungsi sekresi. Tetapi, pada tahap yang lebih lanjut, hal itu didominasi defect fungsi sekresi yang disertai dengan resistensi insulin. Kaitannya dengan mutasi DNA mitokondria yakni karena proses produksi hormon insulin sangat erat kaitannya dengan mekanisme proses oxidative phosphorylation (OXPHOS) di dalam sel beta pankreas. Penderita DM proses pengeluaran insulin dalam tubuhnya mengalami gangguan sebagai akibat dari peningkatan kadar glukosa darah. Mitokondria menghasilkan adenosin trifosfat (ATP). Pada penderita DM, ATP yang dihasilkan dari proses OXPHOS ini mengalami peningkatan. Peningkatan kadar ATP tersebut otomatis menyebabkan peningkatan beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam ATP. Peningkatan tersebut antara lain yang memicu tercetusnya proses pengeluaran hormon insulin. Berbagai mutasi yang menyebabkan DM telah dapat diidentifikasi. Kalangan klinis menyebutnya sebagai mutasi A3243G yang merupakan mutasi kausal pada DM. Mutasi ini terletak pada gen penyandi ribo nucleid acid (RNA). Pada perkembangannya, terkadang para penderita DM menderita penyakit lainnya sebagai akibat menderita DM. Penyakit yang menyertai itu antara lain tuli sensoris, epilepsi, dan stroke like episode. Hal itu telah diidentifikasi sebagai akibat dari mutasi DNA pada mitokondria. Hal ini terjadi karena makin tinggi proporsi sel mutan pada sel beta pankreas maka fungsi OXPHOS akan makin rendah dan defect fungsi sekresi makin berat.
c. Tanda dan Gejala
Diabetes Mellitus bukanlah hal baru bagi sebagian besar orang. Bahkan ada teman atau keluarga kita yang terkena diabetes mellitus. Iklan di media berkaitan dengan diabetes juga sudah banyak. Diabetes mellitus sering dikenal dengan nama penyakit kencing manis. Penyakit ini merupakan kelainan atau gangguan metabolisme dalam tubuh.
Dapat disebabkan oleh sekresi hormon insulin atau defisiensi pendistribusian gula dalam tubuh. Dapat pula disebabkan oleh keduanya. Diabetes Mellitus dikenal dengan berbagai tipe yaitu Tipe I yang disebabkan faktor genetik atau karena keturunan, Tipe II, sebagian besar disebabkan oleh gaya hidup, dan Tipe III yaitu diabetes yang dialami oleh ibu hamil.
Pada diabetes Tipe III, apabila terjadi pada saat kehamilan bukan sejak sebelum hamil, maka hanya bersifat sementara. Berikut beberapa tanda dan gejala diabetes mellitus:
Beberapa tanda yang tampak pada orang yang menderita diabetes:
1.         Sering buang air kecil. Air seni/air kencing orang yang menderita diabetes biasanya dikerumuni semut karena kadar gulanya tinggi. Ganguan ini disebabkan karena hormon insulin dalam darah sedikit atau pada penderita diabetes tipe I tidak ada sehingga ginjal tidak dapat menyaring gula dalam darah jadi gula tersebut keluar bersama air seni.
2.         Mudah haus sehingga banyak minum. Karena sering buang air kecil jadi kita juga gampang haus. Sering kali karena mudah haus air minumnya adalah air dingin (dari kulkas/dengan es) dan sebagian besar orang Indonesia bila minum air dingin/dengan es lebih senang juga menggunakan sirup. Di mana sirup notabene manis.
3.         Mudah lapar. Karena apabila lapar kita makan nasi. Terlalu banyak makan akan dapat menaikkan kadar gula karena didalam karbohidrat yang ada pada nasi mengandung glukosa (gula).
4.       melisa  Tanda penting lainnya yang perlu dicermati adalah apabila penderita diabetes mendapat luka ditubuh cenderung membutuhkan waktu lama dalam penyembuhannya. Selain itu ada pula tanda berupa Letih dan lesu. Kondisi ini disebabkan karena produksi gula dalam darah terhambat, sehingga pembuatan energi menjadi ikut terganggu. Pandangan kabur atau tidak jelas juga bisa jadi merupakan gejala diabetes melitus yang perlu diwaspadai.o
5.         Sering kesemutan, gejala ini disebut neuropati. Hal ini karena kandungan gula dalam darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan system saraf. Dapat juga terjadi penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

d. Patofisiologi
       Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan glukosa darah) diakibatkan karena Produksi  insulin yang tidak adekuat atau penggunaan insulin secara tidak efektif pada tingkat seluler.  Insulin– insulin yang diproduksi sel– sel beta pulau langerhans di prankeas bertanggung jawab mentranspor glukosa ke dalam sel . apabila insulin tidak cukup / tidak efektif, glukosa berakumulasi dalam aliran darah dan terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia  menyebabkan hiperosmolaritas dalam darah yang menarik cairan intarsel ke dalam sisitem vaskular sehingga terjadi dehidrasi dan peningkatan volume darah. Akibatnya ginjal menyekresi urine dalam volume besar (poliuria) sebagai upaya untuk mengatur kelebihan volume darah  dan menyekresi glukosa yang tidak digunakan (gliousuria). Dehidrasi seluler, menimbulkan rasa haus berlebihan (polidipsi). Penurunan berat badan akibat pemecahan lemak dan jaringan otot, pemecahan jaringan ini menimbulkan rasa lapar yang membuat individu makan secara berlebihan (polifalgia).

e. Penanggulangan
            Kehamilan harus diawasi secara teliti sejak dini untuk mencegah komplikasi pada ibu dan janin.
Tujuan utama pengobatan DM dengan hamil:
1.         Mencegah timbulnya ketosis dan hipoglikemia.
2.         Mencegah hiperglikemia dan glukosuria seminimal mungkin.
3.         Mencapai usia kehamilan seoptimal mungkin.
Biasanya kebanyakan penderita diabetes atau DM gestasional yang ringan dapat di atasi dengan pengaturan jumlah dan jenis makanan, pemberian anti diabetik secara oral, dan mengawasi kehamilan secara teratur.
Karena 15-20% dari pasien akan menderita kekurangan daya pengaturan glukosa dalam masa kehamilan, maka kelompok ini harus cepat-cepat diidentifikasi dan diberikan terapi insulin. Bila kadar plasma glukosa sewaktu puasa 105 mg/ml atau kadar glukosa setelah dua jam postprandial 120 mg/ml pada dua pemeriksaan atau lebih dalam tempo 2 (dua) minggu, maka dianjurkan agar penderita diberikan terapi insulin. Obat DM oral kontraindikasi. Penentuan dosis insulin bergantung pada: BB ibu, aktivitas, KGD, komplikasi yang ada.




BAB III
PENUTUP
Prematur adalah bayi yang sebelum waktunya, biasanya < 37 minggu dengan berat badan antara 1000 – 2500 gram. Etiologi prematur yaitu faktor ibu yang meliputi penyakit, usia, keadaan sosial ekonomi, faktor kehamilan, faktor janin, faktor-faktor lain.
Penanganan yang perlu diperhatikan adalah pengaturan suhu lingkungan pemberian makanan dan siap sedia dengan tabung O2 pada bayi prematur makin pendek masa kehamilan, makin sulit persoalan yang dihadapi dan makin tinggi angka kematian perinatal.
Suatu asuhan kebidanan dikatakan berhasil apabila selain ibunya juga bayi dan keluarganya yang diberikan pelayanan berada dalam kondisi yang optimal. Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah bagian asensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar kesakitan dan kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia, hipotermi dan atau infeksi. Kesakitan dan kematian bayi baru lahir dapat dicegah bila asfiksia segera dikenali dan ditatalaksana secara adekuat, dibarengi pula dengan pencegahan hipotermi dan infeksi
















DAFTAR PUSTAKA
Maryunani Anik.2010.ilmu kesehatan anak.Jakarta: Trans Info Media
http://maphiablack.blogspot.com/2010/10/kegawatdaruratan-pada-bayi-baru-lahir.htmlRabu, 27 Oktober 2010
http://putryayyu.blogspot.com/2013/09/asuhan-kebidanan-kegawatdaruratan.htmlSabtu, 14 September 2013

http://whitelove999.blogspot.com/2012/08/asuhan-kebidanan-bayi-baru-lahir-pada_25.htmlSabtu, 25 Agustus 2012

1 komentar:

  1. What to know about the no deposit bonus code, and how to claim
    1. Choose 밀양 출장샵 the casino that has the best odds, no deposit bonus codes & free งานออนไลน์ spins 대구광역 출장마사지 on 하남 출장샵 your 안양 출장마사지 Android or iOS mobile.

    BalasHapus