KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa
atas berkat dan karunianya yang masih kita rasakan hingga saat ini.sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang ‘`ILMU KESEHATAN ANAK”
Makalah ini merupakan media yang sangat tepat digunakan
untuk pendidik serta mahasiswa kebidanan atau kesehatan lainnya .Dalam
penyusunannya penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,karena itu
penulis mengucapkan terimakasih. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini
bebas dari kekurangan dan kesalahan , namun selalu ada yang kurang. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
lebih baik lagi.
Akhir kata penulis
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.Amin.
Tebing
Tinggi, 31 Oktober 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Latar belakang Setiap
bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman
jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn bantuan
alat-alat medis modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda tergadap
kondisi bayi saat lahir. Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis
yang menangani kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua
tenaga medis memiliki kemampuan dan keterampilan standart, dalam melakukan
resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu
memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli. Salah satu
penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb: · Hipotermia ·
Hipertermia · Hiperglikemia · Tetanus Neonaturum · Penyakit-penyakit pada ibu
hamil
1.2
Rumusan Masalah
·
Bagaimana penyebab kegawatdaruratan pada
neonatus?
·
Bagaimana kondisi-kondisi yang
menyebabkan kegawatdaruratan pada neonatus?
·
Bagaimana penanganan kegawatdaruratan
pada neonatus?
1.3 Tujuan
·
Untuk mengetahui penyebab
kegawatdaruratan pada neonatus
·
Untuk mengetahui kondisi-kondisi yang
menyebabkan kegawatdaruratan pada neonatus
·
Untuk mengetahui penanganan
kegawatdaruratan pada neonatus
BAB II
PENDAHULUAN
1. BBLR
A. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan
berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.
B. Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran
prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor
plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin
juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.
(1) Faktor ibu
a. Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi
TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti
perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia <>
d. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu
perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli),
kelainan kromosom.
(3) Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di
daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.
C. Tanda dan Gejala
1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau
kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
4. Rambut lunugo masih banyak.
5. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
6. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya.
7. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
8. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora, klitoris menonjol
(pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam skrutom, pigmentasi dan rugue pada
skorutom kurang (pada bayi laki-laki).
9. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
10. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
11. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak
masih kurang.
12. Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada.
1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau
kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
4. Rambut lunugo masih banyak.
5. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
6. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya.
7. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
8. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora, klitoris menonjol
(pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam skrutom, pigmentasi dan rugue pada
skorutom kurang (pada bayi laki-laki).
9. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
10. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
11. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak
masih kurang.
12. Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada.
D.Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini
berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping
itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia
kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena
adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh
penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.
e. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/
preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:
1. Meningkatkan
pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan
dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama
faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan,
dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
2. Penyuluhan
kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda
bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat
menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
3. Hendaknya ibu
dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun)
4. Perlu dukungan sektor
lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan
status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil
2. Asfiksia Neonatorum
a. Defenisi
Asfiksia neonatorum adalah
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir
ataubeberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di
dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2
meningkat) dan asidosis.
b. Penyebab
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
- Preeklampsia
dan eklampsia
- Pendarahan
abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
- Partus
lama atau partus macet
- Demam
selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
- Kehamilan
Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
- Lilitan
tali pusat
- Tali
pusat pendek
- Simpul
tali pusat
- Prolapsus
tali pusat
3. Faktor Bayi
- Bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
- Persalinan
dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
- Kelainan
bawaan (kongenital)
- Air
ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
c. Tanda dan Gejala
- Tidak
bernafas atau bernafas megap-megap
- Warna
kulit kebiruan
- Kejang
- Penurunan
kesadaran
d.Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal
dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan
fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Pada asfiksia
terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada
tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh,sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot
jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot
jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
e.
Penanggulangan
1.
Menghilangkan / meminimalkan faktor resiko penyebab asfiksia
2.
Dengan pengenalan/penanganan sedini mungkin
3.
memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan
4.
mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu
5.
mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi
6.
mengajarkan teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan
bayi
7. setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih
dalam resusitasi neonatus, hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Hipotermia
a. Defenisi
Bayi
hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi
adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak).
Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba
dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami
hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C,
diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat
mengukur sampai 25°C. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 2001).
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir
dengan kematian. (Indarso, F, 2001). Sedangkan menurut Sandra M.T. (1997) bahwa
hipotermi yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35°C.
b.
Etiologi
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi
yaitu :
1)Jaringan
lemak subkutan tipis.
2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan
berat badan besar.
3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon
shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam
pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi.
Mekanisme
hilangnya panas pada BBL Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan:
1Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke obyek yang
dingin. 2)Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang panas ke
obyek yang dingin. 3)Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya.
4)Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL).
4)Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL).
c.Tanda dan Gejala
Berikut
beberapa gejala bayi terkena hipotermia,yaitu :
1. Suhu tubuh bayi turun
dari normalnya.
2. Bayi tidak mau minum
atau menetek.
3. Bayi tampak lesu atau
mengantuk saja.
4. Tubub bayi teraba
dingin.
5. Dalam keadaan berat
denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh mengeras (sklerema).
6. Kulit bayi berwarna
merah muda dan terlihat sehat.
7. Lebih diam dari
biasanya.
8. Hilang kesadaran.
9. Pernapasannya cepat.
10. Denyut nadinya melemah.
11. Gangguan penglihatan.
12. Pupil mata melebar (dilatasi) dan tidak
bereaksi.
d.Patofisiologi
Hipotermia
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen
menyampaikan pada sentral pengatur
panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus
sewaktu mencapai brown fat
memacu pelepasan noradrenalin lokal sehingga trigliserida
dioksidasi menjadi gliserol
dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat, tetapi
asam lemak secara lokal
dikonsumsi untuk menghasilkan panas. Daerah brown fat
menjadi panas, kemudian
didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui
aliran darah.
Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen
tambahan dan glukosa
untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh
tetap hangat.Methabolicther
mogenesis yang efektif memerlukan integritas dari sistem
syaraf sentral,kecukupan
dari bibir own fat, dan tersedianya glukosa serta
oksigen. Perubahan fisiologis akibat
hipotermia yang terjadi pada sistem syaraf pusat
antara lain:
depresi linier dari metabolisme otak, amnesia, apatis,
disartria, pertimbangan yang
terganggu adaptasi yang salah, EEG yang abnormal,
depressi kesadaran yang
progresif,dilatasi pupil, dan halusinasi. Dalam
keadaan berat dapat terjadi kehilangan
autoregulasi otak, aliran darah otak menurun, koma,
refleks okuli yang hilang, dan
penurunan yang progressif dari aktivitas EEG.
Pada jantung dapat terjadi takikardi, kemudian
bradikardi yang progressif, kontriksi
pembuluh darah, peningkatan cardiacout put, dan
tekanan darah. Selanjutnya,
peningkatan aritmia atrium dan ventrikel, perubahan
EKG dan sistole yang
memanjang; penurunan tekanan darah yang progressif,
denyut jantung, dan cardiacout
put disritmia serta
asistole. Pada pernapasan dapat terjadi takipnea,
bronkhorea,
bronkhospasma,hipoventilasi konsumsi oksigen yang
menurun sampai 50%, kongesti
paru dan edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai
75%, dan apnoe. Pada
ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadicold diuresis,
peningkatan katekolamin,
steroid adrenal, T3 dan T4 dan menggigil; peningkatan aliran
darah ginjal sampai
50%, autoregulasi ginjal yang intak, dan hilangnya
aktivitas
insulin. Pada keadaan berat, dapat terjadi oliguri
yang berat, poikilotermia, dan
penurunan.
e. Penanggulangan
1) Bayi
dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk keperluan
observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan dibawah cahaya
penghangat.Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap
berada dalam keadaan hangat.
2) Di
kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan
selimut dan diberi penutup kepala.
3) Melaksanakan
metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala
diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak
kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
4) Bayi
baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan
diatas tungku.
5) Menghangatkan
bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada jarak setengah
meter diatas bayi.
6) Terapi
yang bisa diberikan untuk bayi dengan kondisi hipotermia, yaitu jalan nafas
harus tetap terjaga juga ketersediaan oksigen yang cukup.
4. Kejang
a. Defenisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
- Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung <>
- Complex febrile seizures / complex partial seizures : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
- Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung <>
- Complex febrile seizures / complex partial seizures : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
b. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :
1. Usia
2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah
relatif normal
4. Riwayat demam yang sering
5. Kejang pertama adalah complex febrile seizure
c. Tanda Dan Gejala
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat; misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik , tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejanak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Adapun salah satu pedoman dalam membuat diagnosa kejang demam yang sederhana antara lain dapat memakai beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang
bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam petama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
4. Kejang timbul dalam 16 jam petama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
tidak menunjukan kelainan.
7. Frekuensi
kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam
yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh criteria tersebut
(modifikasi Livingstone) digolongkan pada epilepsy yang diprovokasi oleh demam.
Kejang kelompok dua ini mempunyai dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya
kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
d. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keaadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan yg sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keaadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan yg sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
e. Penanggulangan
a.
Pencegahan berkala (intermiten)
untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam
untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam
b.
Pencegahan kontinu
untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis.
PROGNOSIS
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis.
PROGNOSIS
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
- Kejang
demam berulang
- Epilepsi
- Kelainan
motorik
- Gangguan
mental dan belajar
5. Perdarahan Tali Pusat
a. Defenisi
Yaitu adanya
cairan (darah) yang keluar di sekitar tali pusat bayi. Perdarahan yang terjadi
pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan tali pusat
yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu,
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada
bayi. Bayi harus sering diamati selama usia beberapa hari pertama, sehigga jika
perdarahan terjadi akan segera dapat dideteksi.
b. Etiologi
Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilikus, robekan
pembuluh darah, serta plasenta previa dan abrupsio plasenta.
- Robekan
umbilikus normal, yang biasanya terjadi karena :
- Partus
presipitatus
- Adanya
trauma atau lilitan tali pusat
- Umbilikus
pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat
persalinan
- Kelalaian
penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus
atau plasenta sewaktu SC
- Robekan
umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena :
- Adanya
hematoma pada umbillikus yang kemudian hematoma tersebut pecah, namun perdarahan
yang terjadi masuk kembali ke dalam plasenta. Hal ini sangat berbahaya
bagi bayi karena dapat menimbulkan kematian pada bayi.
- Varises
juga dapat menyebabkan perdarahan ketika varises tersebut pecah
- Aneurisma
pembuluh darah pada umbilikus, yaitu terjadi pelebaran pembuluh darah
setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi
kemunduran dinding pembuluh darah.
c. Tanda dan
Gejala
1. Ikatan tali
pusat lepas atau klem pada tali pusat lepas tapi masih menempel
pada tali pusat.
pada tali pusat.
2. Kulit di
sekitar tali pusat memerah dan lecet.
3. Ada cairan yang keluar dari tali pusat. Cairan
tersebut bisa berwarna kuning,
hijau, atau darah.
hijau, atau darah.
4. Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat.
d. Patofisiologi
Proses Pembentukan Tali Pusat Pada
Janin Mesoderm connecting stalk yang
juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh
darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi tali pusat. Pada tahap awal
perkembangan, rongga perut masih terlalu kecil untuk usus yang berkembang,
sehingga sebagian usus terdesak ke dalam rongga selom ekstraembrional pada tali
pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung usus (intestional
loop) ini masuk kembali ke dalam rongga abdomen janin yang telah
membesar.Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai kandung kuning telur
(ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam
connecting stalk, juga tertutup bersamaan dengan proses semakin bersatunya amnion
dengan korion.
e.
Penanggulangan
a.
Pada perdarahan umbilikus akibat ikatan yang longgar, dapat di kencangkan
kembali pengikat tali pusat. Perdarahan juga dapat disebabkan oleh repitan atau
tarifan dari kiem. Jika perdarahan tidak berhenti setelah 15-20 menit maka tali
pusatnya harus segera di lakukan beberapa jahitan pada luka bekas pemotongan
tersebut.
b.
Perdarahan umbilikus akibat robekan umbilikus harus segera di jahit. Kemudian
segera lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada kelainan lain seperti
kelainan anatomik pembuluh darah sehingga dapat segera di lakukan tindakan oleh
dokter atau rumah sakit.
c.
Perdarahan pada abrupsio plasenta, plasenta previa dan kelainan lainnya, bidan
harus segera merujuk. Bahkan rujukan lebih baik segera di lakukan jika kelainan
tersebut sudah di ketahui sebelum bayi lahir sehingga dapat di lakukan tindakan
sesegera mungkin untuk membuat peluang bayi lahir hidup lebih besar.
6. Tetanus
Neonaturum
a. Defenisi
Tetanus neonatorum Adalah penyakit yang diderita
oleh bayi baru lahir (neonatus). Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering
dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi
disebabkan infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi akibat
pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
.Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang
disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun)
yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari Saifuddin, 2000). Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi
akut yang disebabkan oleh kuman Clostridium Tetani memasuki tubuh
bayi baru lahir melalui tali pusat yang kurang terawat dan terjadi pada
bayi sejak lahir sampai umur 28 hari, kriteria kasus TN berupa sulit
menghisap ASI, disertai kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur 3-28 hari
tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat S, 1995). Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat
dicegah namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi eksotoksin
dari kuman Clostridium tetani gram positif, dimana kuman ini
mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf pusat.
b.Penyebab
Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani bersifat anaerob, berbentuk
spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat
mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin
yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan
spasme otot. Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada
tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus
Neonatorum. Factor Resiko :
- Pemberian
imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak
lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
- Pertolongan
persalinan tidak memenuhi syarat.
- Perawatan
tali pusat tidak memnuhi persyaratan kesehatan.
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT.
Sembuh dari penyakit tidak berarti bayi selanjutnya kebal terhadap tetanus.
Toksin tetanus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit tetanus,
tidak cukup untuk merangsang tubuh penderita dalam membentuk zat anti body
terhadap tetanus. Itulah sebabnya bayi penderita tetanus harus menerima
imunisasi TT pada saat diagnosis dan/atau setelah sembuh.
TT akan merangsang pembentukan
antibody spesifik yang mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap
tetanus. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk
antibody tetanus. Seperti difteri, antibody tetanus termasuk dalam golongan IgG
yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah
janin ke seluruh tubuh, yang akan mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak pemberian TT
pertama dan kedua serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat
menentukan kadar antibody tetanus dalam darah bayi. Interval imunisasi TT dosis
pertama dengan dosis kedua minimal 4 minggu. Semakin lama interval antara
pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi,
maka kadar antibody tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena
interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup
waktu untuk menyeberangkan antibody tetanus dalam jumlah yang cukup dari tubuh
ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah anti gen yang sangat aman
dan juga aman untuk ibu hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil
mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak
didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang
tidak mendapatkan imunisasi.
c. Tanda dan
Gejala
- Bayi
tiba-tiba panas dan tidak mau minum ( karena tidak dapat menghisap)
- Mulut
mencucut seperti mulut ikan
- Mudah
terangsang dan sering kejang disertai sianosis
- Kaku
kuduk sampai opistotonus
- Dinding
Abdomen kaku, mengeras, dan kadang-kadang terjadi kejang
- Dari
berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka thisus
sardunikus.
- Ekstermitas
biasanya terulur atau kaku
- Tiba-tiba
bayi sensitive terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang menangis
lemah.
- Terjadi
penurunan kesadaran
d.
Patofisiologix
Spora yang masuk dan berada
dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk flex dan berbiak sambil
menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan
potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan eflex jaringan akibat
adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara
intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai
dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan
elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam
sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk
sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada
daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan
menimbulkan kekakuan
Efek
Toxin pada :
a. Ganglion pra sumsum tulang belakang :
Memblok sinaps jalur antagonist, mengubah keseimbangan dan koordinasi
impuls sehingga tonus ototnya meningkat dan otot menjadi kaku. Terjadi
penekanan pada hiperpolarisasi eflexe dari neurons yang merupakan mekanisme
yang umum terjadi bila jalur penghambat terangsang. Depolarisasi yang berkaitan
dengan jalur rangsangan tidak terganggu. Toksin menyebabkan hambatan
pengeluaran inhibitory transmitter dan menekan pengaruh bahan ini pada eflexe
neuron motorik.
b. Otak
Toxin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan gejala
kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Hambatan antidromik akibat
rangsangan kortikal menurun.
c. Saraf otonom
Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang
berlebihan, eflexeea, hypotensi, hypertensi, arytmia cardiac block atau
takhikardia. Sekalipun otot yang terkena adalah otot bergaris terutama otot
penampang dan penggerak tubuh yang besar-besar, pada tetanus berat otot polos
juga ikut terkena, sehingga timbul manifestasi klinik seperti disebutkan
diatas.
e.
Penanggulangan
1. Imunisasi aktif
Vaksinasi
dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri (
vaksin DPT). Kadar proteksi antobodi bertahan selama 5-10 tahun sesudah
suntikan ‘booster’. Tetanus toksoid (TT) selanjutnya diberikan setiap 10 tahun,
kecuali bila mengalami lika yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila
suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun sebelumnya atau bila belum pernah
vaksinasi. Pada luka yang sangat parah, suntikan toksoid diberikan bila
vaksinasi terakhir sudah lebih dari satu tahun
Untuk
mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur atau
wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada
dukun beranak agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara yang
semestinya. Dapat terjadi pembengkakakn dan rasa sakit pada tempat suntikan
sesudah pemberian vaksin TT
2. Imunisasi pasif
Diberikan
serum anti tetanus (ATS profilaksis) pada penderita lika yang beresiko terjadi
infeksi tetanus, bersama-sama dengan TT.
7. Syndrome
Gangguan Pernafasan
a. Defenisi
Sindrom gawat nafas neonatus
merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan
frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu
ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi.
Penyakit Membran Hialin (PMH)
Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
b. Penyebab
Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena :
Ø Obstruksi
saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana bilateral)
Ø Kelainan
parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan paru-paru)
Ø Kelainan di
luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)
c. Tanda dan
Gejala
Tanda dan gejala sindrom gangguan
pernapasan sering disertai riwayat asfeksia pada waktu lahir atau gawat janin
pada akhir kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adalah :
Ø Timbul
setelah 6-8 jam setelah lahir
Ø Pernapasan cepat/hiperapnea
atau dispnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit
Ø Retraksi
interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
Ø Sianosis
Ø Grunting
(terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
Ø Takikardia
yaitu nadi 170 kali/menit
d.
Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi
paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas
yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan
paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya surfaktan.
Surfaktan
adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional
/kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan
intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan
menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin
tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang
keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks
yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya,
setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali bernapas (saat
kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk
menghasilkan energi ini daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi
kelelahan. Dengan meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka
alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan
atelektasis akan meningkatkan pulmomary
vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paaru normal.
Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran
darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan
parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui
duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan
menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksin vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menybabkan metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan
adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi
(kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72
jam. Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan
ketersediaan materi surfaktan.
e.
Penanggulangan
Faktor yang dapat menimbulkan
kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu
cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang
maturitas parunya belu sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila
produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971)
memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung
perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan
lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir tidak akan
menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang
dari tiga berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit
membrane hialin. Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang
terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan
penyakit ini ialah mencegah prematuritas.
Untuk mencegah sindrom gangguan
pernapasan juga dapat dilakukan dengan segera melakukan resusitasi pada bayi
baru lahir, apabila bayi :
Ø Tidak
bernapas sama sekali/bernapas dengan mengap-mengap
Ø Bernapas
kurang dari 20 kali/menit
8. Bayi dari Ibu dengan DM
a. Defenisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah
kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa
darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan
keadaan
hiperglikemia. DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai. Yang
paling sering terjadi yaitu:
diabetes mellitus yang diketahui sewaktu hamil
yang
disebut DM gestasional dan DM
yang telah terjadi sebelum
hamil yang dinamankan DM
pragstasi. Diabetes mellitus merupakan ganguan
sistemik pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Diabetes
mellitus ditandai
dengan hiperglikemia atau peningkatan glukosa darah yang diakibatkan
produksi
insulin yang tidak adekuat
atau penggunaan insulin secara
tidak efektif pada tingkat
seluler
b. Penyebab
Etiologi Diabetes Melitus
menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006,
Yaitu :
1. Faktor autoimun setelah
infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4.
2. Genetik
(2) Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua
kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang
tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya
bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.Secara klinis, penyakit DM awalnya
didominasi oleh resistensi insulin yang disertai defect fungsi sekresi. Tetapi,
pada tahap yang lebih lanjut, hal itu didominasi defect fungsi sekresi yang
disertai dengan resistensi insulin. Kaitannya dengan mutasi DNA mitokondria
yakni karena proses produksi hormon insulin sangat erat kaitannya dengan
mekanisme proses oxidative phosphorylation (OXPHOS) di dalam sel beta pankreas.
Penderita DM proses pengeluaran insulin dalam tubuhnya mengalami gangguan
sebagai akibat dari peningkatan kadar glukosa darah. Mitokondria menghasilkan
adenosin trifosfat (ATP). Pada penderita DM, ATP yang dihasilkan dari proses
OXPHOS ini mengalami peningkatan. Peningkatan kadar ATP tersebut otomatis
menyebabkan peningkatan beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam ATP.
Peningkatan tersebut antara lain yang memicu tercetusnya proses pengeluaran
hormon insulin. Berbagai mutasi yang menyebabkan DM telah dapat diidentifikasi.
Kalangan klinis menyebutnya sebagai mutasi A3243G yang merupakan mutasi kausal
pada DM. Mutasi ini terletak pada gen penyandi ribo nucleid acid (RNA). Pada
perkembangannya, terkadang para penderita DM menderita penyakit lainnya sebagai
akibat menderita DM. Penyakit yang menyertai itu antara lain tuli sensoris,
epilepsi, dan stroke like episode. Hal itu telah diidentifikasi sebagai akibat
dari mutasi DNA pada mitokondria. Hal ini terjadi karena makin tinggi proporsi
sel mutan pada sel beta pankreas maka fungsi OXPHOS akan makin rendah dan
defect fungsi sekresi makin berat.
c. Tanda dan Gejala
Diabetes
Mellitus bukanlah hal baru bagi sebagian besar orang. Bahkan ada teman atau
keluarga kita yang terkena diabetes mellitus. Iklan di media berkaitan dengan
diabetes juga sudah banyak. Diabetes mellitus sering dikenal dengan nama
penyakit kencing manis. Penyakit ini merupakan kelainan atau gangguan
metabolisme dalam tubuh.
Dapat
disebabkan oleh sekresi hormon insulin atau defisiensi pendistribusian gula
dalam tubuh. Dapat pula disebabkan oleh keduanya. Diabetes Mellitus dikenal
dengan berbagai tipe yaitu Tipe I yang disebabkan faktor genetik atau karena
keturunan, Tipe II, sebagian besar disebabkan oleh gaya hidup, dan Tipe III
yaitu diabetes yang dialami oleh ibu hamil.
Pada
diabetes Tipe III, apabila terjadi pada saat kehamilan bukan sejak sebelum
hamil, maka hanya bersifat sementara. Berikut beberapa tanda dan gejala
diabetes mellitus:
Beberapa
tanda yang tampak pada orang yang menderita diabetes:
1. Sering buang air kecil. Air seni/air
kencing orang yang menderita diabetes biasanya dikerumuni semut karena kadar
gulanya tinggi. Ganguan ini disebabkan karena hormon insulin dalam darah
sedikit atau pada penderita diabetes tipe I tidak ada sehingga ginjal tidak
dapat menyaring gula dalam darah jadi gula tersebut keluar bersama air seni.
2. Mudah haus sehingga banyak minum.
Karena sering buang air kecil jadi kita juga gampang haus. Sering kali karena
mudah haus air minumnya adalah air dingin (dari kulkas/dengan es) dan sebagian
besar orang Indonesia bila minum air dingin/dengan es lebih senang juga
menggunakan sirup. Di mana sirup notabene manis.
3. Mudah lapar. Karena apabila lapar kita
makan nasi. Terlalu banyak makan akan dapat menaikkan kadar gula karena didalam
karbohidrat yang ada pada nasi mengandung glukosa (gula).
4. melisa Tanda penting lainnya
yang perlu dicermati adalah apabila penderita diabetes mendapat luka ditubuh
cenderung membutuhkan waktu lama dalam penyembuhannya. Selain itu ada pula
tanda berupa Letih dan lesu.
Kondisi ini disebabkan karena produksi gula dalam darah terhambat, sehingga
pembuatan energi menjadi ikut terganggu. Pandangan kabur atau tidak jelas juga
bisa jadi merupakan gejala diabetes melitus yang perlu diwaspadai.o
5. Sering kesemutan, gejala ini disebut
neuropati. Hal ini karena kandungan gula dalam darah yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan system saraf. Dapat juga terjadi penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
d. Patofisiologi
Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia
(peningkatan glukosa darah) diakibatkan karena Produksi insulin yang
tidak adekuat atau penggunaan insulin secara tidak efektif pada tingkat
seluler. Insulin– insulin yang diproduksi sel– sel beta pulau langerhans
di prankeas bertanggung jawab mentranspor glukosa ke dalam sel . apabila
insulin tidak cukup / tidak efektif, glukosa berakumulasi dalam aliran darah
dan terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas
dalam darah yang menarik cairan intarsel ke dalam sisitem vaskular sehingga
terjadi dehidrasi dan peningkatan volume darah. Akibatnya ginjal menyekresi
urine dalam volume besar (poliuria) sebagai upaya untuk mengatur kelebihan
volume darah dan menyekresi glukosa yang tidak digunakan (gliousuria).
Dehidrasi seluler, menimbulkan rasa haus berlebihan (polidipsi). Penurunan
berat badan akibat pemecahan lemak dan jaringan otot, pemecahan jaringan ini
menimbulkan rasa lapar yang membuat individu makan secara berlebihan
(polifalgia).
e. Penanggulangan
Kehamilan harus diawasi secara
teliti sejak dini untuk mencegah komplikasi pada ibu dan janin.
Tujuan utama pengobatan DM
dengan hamil:
1. Mencegah timbulnya
ketosis dan hipoglikemia.
2. Mencegah hiperglikemia
dan glukosuria seminimal mungkin.
3. Mencapai usia kehamilan
seoptimal mungkin.
Biasanya
kebanyakan penderita diabetes atau DM gestasional yang ringan dapat di atasi
dengan pengaturan jumlah dan jenis makanan, pemberian anti diabetik secara
oral, dan mengawasi kehamilan secara teratur.
Karena
15-20% dari pasien akan menderita kekurangan daya pengaturan glukosa dalam masa
kehamilan, maka kelompok ini harus cepat-cepat diidentifikasi dan diberikan
terapi insulin. Bila kadar plasma glukosa sewaktu puasa 105 mg/ml atau kadar glukosa
setelah dua jam postprandial 120 mg/ml pada dua pemeriksaan atau lebih dalam
tempo 2 (dua) minggu, maka dianjurkan agar penderita diberikan terapi insulin.
Obat DM oral kontraindikasi. Penentuan dosis insulin bergantung pada: BB ibu,
aktivitas, KGD, komplikasi yang ada.
BAB
III
PENUTUP
Prematur adalah bayi yang sebelum waktunya, biasanya
< 37 minggu dengan berat badan antara 1000 – 2500 gram. Etiologi prematur
yaitu faktor ibu yang meliputi penyakit, usia, keadaan sosial ekonomi, faktor kehamilan,
faktor janin, faktor-faktor lain.
Penanganan yang perlu diperhatikan adalah pengaturan
suhu lingkungan pemberian makanan dan siap sedia dengan tabung O2 pada bayi
prematur makin pendek masa kehamilan, makin sulit persoalan yang dihadapi dan
makin tinggi angka kematian perinatal.
Suatu asuhan kebidanan dikatakan berhasil apabila
selain ibunya juga bayi dan keluarganya yang diberikan pelayanan berada dalam
kondisi yang optimal. Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih
adalah bagian asensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar kesakitan
dan kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia, hipotermi dan atau
infeksi. Kesakitan dan kematian bayi baru lahir dapat dicegah bila asfiksia
segera dikenali dan ditatalaksana secara adekuat, dibarengi pula dengan
pencegahan hipotermi dan infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani Anik.2010.ilmu kesehatan
anak.Jakarta: Trans Info Media
http://maphiablack.blogspot.com/2010/10/kegawatdaruratan-pada-bayi-baru-lahir.htmlRabu,
27 Oktober 2010
http://putryayyu.blogspot.com/2013/09/asuhan-kebidanan-kegawatdaruratan.htmlSabtu,
14 September 2013
http://whitelove999.blogspot.com/2012/08/asuhan-kebidanan-bayi-baru-lahir-pada_25.htmlSabtu,
25 Agustus 2012
What to know about the no deposit bonus code, and how to claim
BalasHapus1. Choose 밀양 출장샵 the casino that has the best odds, no deposit bonus codes & free งานออนไลน์ spins 대구광역 출장마사지 on 하남 출장샵 your 안양 출장마사지 Android or iOS mobile.